Filosof Milesianis (Diskusi)
Sabtu, 04 Januari 2014
0
comments
Oleh : Taufik
Hidayat
Hari ini,
Sabtu, 22 Desember 2012,
kami mengadakan acara
Belajar Bersama tentang
Filsuf Yunani Kuno berkesan
asyik dan bikin
njlimet. Diskusi dimulai
sejak pukul 10.39
s.d 13.00 WIB, bertempat di gedung ADDIN. Diikuti oleh
mahasiswa AF Taufik Hayate, Wandy Bozu, Jihan Yuri, Risma Dwi Fani,
dan Anna Nurhasanah.
Mengenai pemikiran tokoh Thales,
Anaximander, dan Anaximenes.
Disebut sebagai
Filosof Milesianis dikarenakan ketiga filosof tersebut berasal dari kota
bernama Miletus. Seperti mulanya Madzhab Frankfurt yang asalnya dari Sekolah
Frankfurt, Jerman, yang banyak menghasilkan filosof. Maka disimpulkan bahwa
ketiga tokoh; Thales, Anaximander, dan Anaximenes, sebagai filosof Milesianis.
Pembahasan kami
mulai dari tokoh Thales
[Thay-leez]* (625-547 SM), seorang
bapak filsafat. Dilanjutkan dengan
muridnya, Anaximander [an-nex-im-AN-der]* (610-547
SM) dan Anaximenes
[an-nex-IM-in-eez]* (545-??? SM).
Kenapa berawal
dari seorang Thales?
Menurut tradisi**, sebelum
semua orang berfikir
untuk memahami alam semesta,
ditengah atmosfeer, mitos,
pemikiran masyarakat ketika itu, Thales berpikir, dengan
akalnya, tentang itu
(alam semesta). Oleh
karena itulah, Thales
dianggap sebagai bapak filsafat.
Dalam kenyamanan
hidupnya sebagai saudagar
kaya dari kota
pelabuhan Yunani, Miletus, memaksanya berpikir tentang sesuatu
yang lain. Menyaksikan fenomena sekelilingnya; bahwa bahan makanan mengandung
air dan makhluk hidup memerlukan air, membuat Thales berpikir bahwa unsur dasar
segala sesuatu berasal dari air.
Menurut Thales,
suatu yang mendasari
terbentuknya segala sesuatu
haruslah fleksibel, agar dapat mewujud menjadi segala sesuatu.
Terdengar lucu
memang, ketika pemikiran
Thales kita terapkan
saat ini, pemikiranya,
air sebagai unsur dasar dari
segala sesuatu akan disalahkan.
Karena kita terbiasa
dengan asumsi bahwa unsur
pembentuk segala sesuatu
ialah; hidrogen, oksigen,
karbon, dll, sebagaimana dikaji dalam ilmu pengetahuan
alam.
Akan tetapi,
yang terpenting dari
mempelajari pemikiran Thales
bukanlah nilai; benar
atau salahnya pemikiran itu.
Yang terpenting adalah
"proses berpikir Thales
memahami alam semesta sebelum ada
seseorang yang terpikirkan" untuk memikirkanyalah yang paling penting di sini.
Dan itulah penghargaan
terbesar kepada Thales
sehingga dianugerahi gelar
filosof (barat) yang pertama.
Pembahasan kami
lanjutkan pada pemikiran Anaximander. Menurutnya unsur dasar dari segala sesuatu harus
lebih mendasar dari
sekedar air dan
dari setiap unsur
lain yang pernah
kita ketahui. Unsur dasar haruslah kekal, tak terbatas, dan tak bisa
ditentukan. Unsur dasar tersebut melalui proses sehingga membentuk (segala)
sesuatu.
Penekanan dari
pemikiran Anaximander tersebut
terletak pada "proses" sebelum
segala sesuatu itu menjadi. Dimana segala sesuatu yang kita biasa lihat,
telah melalui proses sebelum menjadi sesuatu yang dapat kita saksikan.
Pemikiran kedua
tokoh tersebut kemudian
dipadukan oleh filosof
milesian yang kami
bahas berikutnya,
Anaximenes. Bertolak dari
pemikiran Thales bahwa
unsur dasar segala
sesuatu adalah air, dan
dengan pernyataan Anaximander
bahwa unsur dasar
segala sesuatu haruslah lebih mendasar dari air, maka dia
berpendapat bahwa unsur dasar dari segala sesuatu adalah udara.
Anaximenes menjelaskan
bahwa, udara merupakan
unsur dasar yang
kemudian menjadi sesuatu dengan
melalui proses, sebagaimana pemikiran Anaximander tentang 'proses'. Proses yang
dimaksud Anaximenes ialah Rarefikasi dan Kondensasi.
Anaximenes juga
menyatakan bahwa alam
ini terisi oleh
udara, artinya sewaktu-waktu
dapat kempes jika udara di dalamnya keluar ke permukaan.
Anaximenes mengkritik
mitologi Yunani dengan
mengungkapkan bahwa, hujan
terjadi bukan karena kehendak
dewa-dewa yang mereka
yakini. Seperti halnya
yang kita lihat
dalam film Herculess oleh
Walt Disney, Dewa
Zeus dengan tongkat
halilintarnya, marah, melemparkan tongkatnya ke bumi sehingga
terjadi halilintar yang diikuti awan gelap dan hujan. Anaximenes menjelaskan bahwa
hujan terjadi dengan
melalui proses Rerefikasi
dan Kondensasinya, yang mana
udara berubah menjadi
api; ketika api
dipadatkan berubah menjadi
angin, kemudian (melalui pemadatan
ekstra) berubah menjadi
awan, air (hujan),
tanah, dan akhirnya
menjadi batu.
Maka dengan
demikian mulai pudarlah Hegemoni mitologi yang melanda pemikiran masyarakat Yunani kala
itu. Selanjutnya pemikiran
mereka yang kemudian
menjadi prototipe, kemudian dikembangkan oleh para filosof
berikutnya, dan sampai pada hari ini.
Diskusi pun
kami tutup dengan
kesimpulan bahwa, kita
memang hidup di
era postmodern dengan segala
pengetahuan yang tersedia.
Namun, kita tidak
boleh melupakan jasa-jasa
para filosof awal, karena merekalah ilmu pengetahuan itu dapat
berkembang sampai saat ini.
Jadi, walaupun
kita hidup di era ini,
terlepas dari benar
dan salah atau
relevan dan tidak relevenya pemikiran
mereka sekarang, kita
tetap harus menghargai
mereka sebagai pemikir sebelum semua
ilmuan berpikir, dan
penemu sebelum semua
penemu menemukan. Karena sesungguhnya ilmu
pengetahuan sebagian besar
hanyalah suatu usaha
untuk menyelesaikan apa yang
telah Thales dan kawan-kawanya mulai.
Semoga diskusi
ini bermanfaat untuk kita semua, Amiiinn... _^'?
Pembahasan
berikutnya, InsyAllah, Filosof Pythagorian.
Catatan:
*Ejaan cara baca
nama filsuf mengunakan logat bahasa Inggris.
**Mengenai tradisi
ini dijelaskan dalam
buku sumber yang
digunakan sebagai buku
panduan belajar kami, yakni Moore, Brook Noel and Kenneth Bruder,
Philosophy; The Power of Ideas -8th
Edition, (New York; McGraw Hill, 2008).
Referensi terkait :
- Brook Noel Moore and Kenneth Bruder, Philosophy; The Power of Ideas -8th Edition, (New York; McGraw Hill, 2008). Coming Soon
- Richard D. McKirahan, Philosophy Before Socrates: An Introduction with Texts and Commentary, 2nd ed, (USA; Hackett, 2011). Coming Soon
- Donald M. Borchert (ed), Encyclopedia of Philosophy, Vol 1-10, 2nd ed (USA; Thomson Gale, 2006). Coming Soon
0 comments:
Posting Komentar